Di tengah-tengah masyarakat Indonesia, seringkali teradi perkawinan antara seorang pria dan wanita yang tidak dihadiri oleh wali nasab dari pihak mempelai wanita. Ketidakhadiran wali nasab tersebut, bisa jadi karena yang bersangkutan tidak menyetujui dilangsungkannya pernikahan, atau bertempat tinggal di luar negeri atau luar daerah sehingga sulit menghadiri penikahan tersebut atau karena sebab lain. Agar penikahan tersebut dapat berlangsung, maka pihak mempelai wanita menunjuk wali hakim dari kalangan pegawai Kantor Urusan Agama(KUA) yang ditunjuk oleh pemerintah, atau wali muhakkam dari tokoh masyarakat atau ulama setempat
Jawapan:
Untuk memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang sah atau tidaknya pernikahan yang dilangsungkan oleh wali hakim atau muhakkam, maka MUI Propinsi DKI Jakarta memfatwakan tentang pengangkatan wali hakim (muhakkam), sebagai berikut:
1. Bahwa pernikahan yang sah menurut syari'at Islam, adalah pernikahan yang dilaksanakan berdasarkan syari'at Islam dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun¬-rukun pernikahan yang disebutkan dalam kitab-kitab fiqh. Seperti adanya calon suami, calon istri, wali dan dua orang saksi yang beragama Islam dan bersifat adil, serta ijab qabul. Di samping itu, harus dicatat pada Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Bahwa suatu pernikahan harus dihadiri oleh wali dan kedua orang saksi laki-Iaki yang adil. Jika memungkinkan, yang menjadi wali pernikahan adalah wali nasab, yaitu; ayah kandung, atau kakek, atau saudara laki-Iaki mempelai wanita. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Sunan al-Kubra dari ‘Aisyah RA, sebagai berikut:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ ( رواه البيهقي)
Artinya:
Tidak sah suatu pernikahan, kecuali jika dihadiri oleh wali dan kedua saksi yang adil.
Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam ad-Daruquthni dari sahabat Abu Hurairah RA:
لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِى تُزَوِّجُ نَفْسَهَا
Artinya:
Wanita tidak boleh menikahkan dirinya sendiri, karena sesungguhnya wanita pelaku zina adalah wanita yang menikahkan dirinya sendiri.
3.Jika wali nasab menolak untuk menikahkan anak gadisnya dengan laki-Iaki yang kafa'ah, atau tidak bisa menghadiri pernikahan karena bertempat tinggal di luar negeri atau luar daerah atau karena sebab lain, maka untuk mempermudah dan memperlancar pelaksanaan pernikahan, mempelai wanita dapat menunjuk wali hakim dari kalangan pegawai Kantor Urusan Agama (KVA) yang ditunjuk oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada hadits shahih yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari ' Aisyah RA. sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيُّهَا فَنِكََاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَااسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَسُّلْطَانُ وَلِيَّ مَنْ لاَ وَلِيَ لَهُ ( رواه الترمذي)
Artinya:
"Setiap wanita yang melangsungkan perkawinan tanpa seizin walinya, maka pernikahan-nya batal, batal, batal. Jika suaminya telah menggaulinya, maka ia berhak memperoleh mahar. Jika para wali berselisih (bertengkar) maka pemerintah adalah menjadi wali bagi orang yuang tidak memiliki wali.
4.Sepanjang masih ada wali hakim dari kalangan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) yang ditunjuk oleh pemerintah, maka mempelai wanita tidak boleh menunjuk Wali Muhakam dari tokoh masyarakat atau u!ama setempat. Sebab jika hal itu diperbolehkan, maka akan membuka pintu terjadinya perkawinan di bawah tangan yang tidak tercatat, sehingga mengakibatkan kesulitan perlindungan hukum bagi kedua mempelai dan anak-anak keturunan mereka.
5. Jika wali hakim dari kalangan pegawai Kantor Drusan Agama (KUA) yang ditunjuk oleh pemerintah mempersuIit pelaksanaan pernikahan atau menuntut honor yang memberatkan orang yang hendak melangsungkan pemikahan, atau memperlambat pelaksanaan tugasnya melebihi batas waktu yang wajar sehingga menimbulkan kegelisahan bagi orang yang bersangkutan, maka mempelai wanita boleh menunjuk Wali Muhakkam dari tokoh masyarakat atau ulama setempat
Jumlah Pembaca218Negara AsalIndonesiaTarikh Isu1981-08-18PengarangMajelis Ulama Indonesia DKI JakartaSoalan:
Wali Nikah Memberikan Wakil Kepada Seorang Sebagai Hakim Tetapi Dia Telah Berhenti Sedang Wali Nikah Tidak Mengetahuinya. Oleh Sebab Dia Tidak Berada Di Tempat Lalu Yang Menikahkan Perempuan Oleh Hakim Yang Baru, Adakah Sah Nikahnya.
Bahasa AsalMelayuJumlah Pembaca165Negara AsalThailandTahun1996PengarangHj. Wan Mohd Shaghir AbdullahRujukanMajlis Fatwa Fatani, ThailandNota39) Perkataan yang digunakan oleh kebanyakan orang ialah: menyusupkan, ertinya menyembunyikan (40) Jawaban no. 76 ini kemungkinan dijawab oleh anak beliau, iaitu Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani, kerana pada akhir jawaban ditulis nama Ismail Ahmad Fathani. Mengenainya lihat nota kaki no. (30) dan (35) SOAL NO. 77
Masalah, seorang perempuan hendak dinikahkan dia, maka menyuruh ibunya akan seorang membawa surat pergi ambil wali, iaitu bapak saudara perempuan itu. Dan antara kampung walinya dan kampung perempuan itu perjalanan kurang dan pada dua marhalah. Maka orang pergi itu sampai kepada walinya, tiba-tiba uzur wali itu, tiada boleh datang sendiri. Maka ia buat surat beri kepada orang itu jua. Sebab di dalam surat itu ia wakil kepada hakim yang di dalam kampung itu yang tertentu namanya, Si Anu Si Anu yang akan menikahkan dia. Tetapi pada waktu itu adalah hakim itu sudah terturun daripada keadaannya sebagai hakim padahal wali itu tiada ketahui ia akan demikian itu. Tetapi ada seorang mendakwa akan bahawasanya dirinya jadi hakim di dalam kampung itu. Dan katanya, "Ada pada tangan aku cap". Kerana dihantarkan cap hakim yang dahulu itu kepadanya oleh menteri, tetapi tiada mengetahui walinya itu akan demikian itu hal pada ketika ia berwakil kepada hakim yang dahulu itu. Dan sudah demikian itu orang yang membawa surat kembali kepada perempuan itu. Maka dikira-kira o1eh ibunya akan
JAWAB NO. 77
Jika adalah hakikat perkara itu seperti yang tersebut di dalam soal, bahawa yang dituliskan di atas ini, tiadalah sah nikah yang tersebut itu. Kerana orang yang menikahkan itu bukannya wakil daripada wali bagi perempuan itu. Dan jika adalah ia hakim yang telah didirikan pada kampung itu sekali pun. Kerana tiada lazim daripada 'keadaannya hakim bahawasanya ia wakil bagi wali, padahal tiada berwakil ia (wali nikah, pen:) kepadanya (hakim, pen:). Dan kerana bahawasanya masalah ini bukan daripada masail yang mengkahwinkan padanya akan perempuan oleh hakim kerana walinya tiada ghaib ia pada masafatul qashri.
Dan sah nikah daripada wakil yang telah diturunkan daripada keadaannya hakim itu jikalau ia menikahkan akan dia, dan jika jatuh nikah atau izin kepadanya itu kemudian daripada turunnya daripada keadaannya hakim sekali pun. Kerana tiada disyaratkan pada wakil bahawa adalah ia hakim pada kampung itu.
Dan keadaan laki-laki itu, tiada hendak pulang atau menghendaki berzina dengan perempuan itu, bukannya uzur yang syar'i atas bahawasanya ia pekerjaan yang boleh ditolakkan dengan mudah, bahkan wajib ditolakkan dia. Dan jika dengan sehingga-hingga payah sekali pun. Dan tiada sah diqiyaskan keadaan wakil itu musafir pada ketika hendak nikah itu atas ihram wali, kerana ihram itu mani' yang lazim akan zatnya sebagai mulazamah yang syar'i selama belum tahallulnya pada barang mana tempat dan masa. Bersalahan safar wakil, maka ketiadaan dapat ia menikahkan itu dengan sebab semata-mata belum mengetahuinya dengan keadaan dirfuya wakil sahaja, bukannya kerana uzur yang muktabar. Dan apabila mengetahui ia dengan demikian itu, niscaya sah menikahkannya pada barang mana tempat dan masa kerana safarnya itu tiada menggugurkan dia daripada keadaannya sebagai wakil daripada wali itu. Demikian lagi terturunnya daripada keadaannya sebagai hakim tiada menggugurkan dia daripada keadaannya sebagai wakil juga. Maka tiada sah bahawa menikahkan perempuan itu oleh yang lain daripada wali atau barang mana wakil baginya dengan sebab semata-mata safar wakil itu, dan jika adalah yang menikahkan dia itu hakim syar'i pada kampung itu sekali pun. Kerana bahawasanya walinya itu ada ia, padahal tiada jauh ia, dan tiada enggan ia daripada mengkahwinkan akan mauliyahnya, dan jika dengan berwakil kepada wakil yang lain pula sekali pun. Wallahu Ta'ala a 'lam.
Masalah Perempuan Minta Dikahwinkan Cara Tahkim Daripada Seorang Laki-laki Yang Dipercayainya
Bahasa AsalMelayuJumlah Pembaca102Negara AsalThailandTahun1996PengarangHj. Wan Mohd Shaghir AbdullahRujukanMajlis Fatwa Fatani, ThailandNota(35) Jawaban no. 75 ini kemungkinan dijawab oleh anak beliau, iaitu Haji Wan Ismail bin Syeikh Ahmad al-Fathani, kerana pada akhir jawaban ditulis nama Ismail Ahmad Fathani. Mengenainya lihat nota kaki no. (30) SOAL NO. 75
Adakah harus bagi seseorang perempuan yang tiada baginya wali sama sekali atau walinya ghaib yang syar'i mentahkimkan akan seorang laki-laki bahawa mengkahwinkan ia akan dia kepada laki:' laki yang kufu sama ada pada qaryah (kampung) itu qadhi atau tiada padanya qadhi.
JAWAB NO. 75
Harus bagi seorang yang ditahkimkan akan dia. mengkahwinkan akan perempuan yang mentahkimkan jika padanya kepatutan bagi menjadi qadhi, dan jika ada pada qaryah itu qadhi sekali pun. Dan harus bagi yang ditahkimkan yang tiada padanya kepatutan menjadi qadhi, tetapi adil, ia mengkahwinkan pada qaryah yang tiada padanya qadhi. Maka yang adil itu orang yang tiada mengerjakan akan dosa besar, seperti: bunuh, zina, makan riba, makan harta anak yatim, dan lainnya. Dan tiada mengekali mengerjakan akan dosa keeil, seperti: melihat kepada perempuan yang asing, dan sentuhannya jima' akan isteri yang raj 'iyah, menjual arak, dan lainnya. Ismail Ahmad Fathani (35)
Wali Nikah
Bahasa AsalMelayuJumlah Pembaca242Negara AsalBruneiTahun2004PengarangUstaz Haji Awang Abdul Aziz bin JunidRujukanJabatan mufti Kerajaan, jabatan Perdana Menteri, Negara Brunei DarussalamNotaFatwa Mufti Kerajaan Negara Brunei Darussalam 2004 Soalan:
Dengan hormatnya sukacita dihadapkan persoalan-persoalan mengenai wali nikah seperti berikut:
1. Seorang anak bukan Islam dilahirkan sebelum kedua ibu bapanya berkahwin mengikut adat. Setelah anak terse dewasa, dia telah memeluk agama Islam sedangkan kedua i bapanya tidak memeluk agama Islam. Anak terse mempunyai seorang adik perempuan yang juga memel agama Islam, yang mana adik perempuannya itu dilahirk setelah kedua ibu bapa mereka berkahwin mengikut a Dusun.
Adakah si abang (seorang Muallaf) layak menjadi wali kepada adik perempuannya, sedangkan orang yang beragama Islam yang lahir sebelum kedua ibu bapanya berkahwin adalah dianggap anak yang tidak sah taraf dan tidak boleh menjadi wali.
2. Seorang anak bukan Islam dilahirkan setelah kedua ibu bapanya berkahwin mengikut adat. Akan tetapi kelahirannya kurang daripada 180 hari dari tarikh perkahwinan kedua ibu bapanya. Setelah anak tersebut dewasa, dia telah memeluk agama Islam, sedangkan kedua ibu bapanya tidak memeluk agama Islam. Anak tersebut mempunyai seorang adik perempuan yang juga memeluk agama Islam, yang mana adik perempuannya itu merupakan anak kedua hasil daripada perkahwinan ibu bapa mereka.
Adakah layak si abang (seorang Muallaf) menjadi wali kepada adik perempuannya, sedangkan seorang yang beragama Islam yang lahir kurang daripada 180 hari dari tarikh perkahwinan kedua ibu bapanya adalah dianggap anak yang tidak sah taraf dan tidak boleh menjadi wali.
Sehubungan dengan itu, dipohonkan fatwa berkenaan dengan seberapa segera bagi mengatasi masalah-masalah yang berbangkit dalam permohonan perkahwinan.
Jawapan:
الحمد لله الفتاح الوهاب الهادى إلى الحق والصواب ، والصلاة والسلام على رسوله خاتم الأنبياء والرسل ، وآله وصحبه أجمعين ، وبعد
Antara orang yang layak menjadi wali dalam suatu pernikahan itu ialah saudara lelaki seibu sebapa atau sebapa. Saudara lelaki seibu sebapa itu berhak menjadi wali sekiranya bapa dan datuk perempuan telahpun meninggal dunia atau tidak layak menjadi wali kerana bukan beragama Islam.
Melihat kepada permasalahan di atas, kedua-dua keadaan itu tidak menggambarkan hubungan nasab seibu sebapa atau sebapa kepada perempuan yang hendak bernikah kerana dalam permasalahan pertama lelaki yang akan menjadi wali kepada adiknya itu lahir sebelum ibu bapa mereka berkahwin. Oleh itu, maka lelaki tersebut tidak sabit nasabnya kepada bapa perempuan yang akan bernikah. Maka tidaklah ada pertalian nasab seibu sebapa atau sebapa antara lelaki dan perempuan berkenaan.
Begitu juga dengan permasalahan kedua di mana lelaki yang akan menjadi wali itu telah lahir kurang daripada 180 hari dari sejak boleh bersatu ibu bapanya selepas perkahwinan mereka. Hal ini menyebabkan lelaki tersebut tidak boleh dinasabkan kepada bapa perempuan yang akan bernikah sebagaimana pendapat majoriti para ulama. (Sila lihat Hasyiah al-Baijuri, at- Tuhfah dan Fiqh al-Islami wa Adillatuh).
Maka dalam kedua-dua keadaan tersebut, lelaki yang akan menjadi wali itu tidak boleh menjadi wali nikah kepada perempuan berkenaan kerana tidak sabit nasabnya kepada bapa perempuan yang akan bernikah. Maka nasabnya juga tidak sabit sebagai abang seibu sebapa atau sebapa kepada perempuan yang akan bernikah menurut syara’.
Sindiket jurunikah ‘touch n go’ dikesanOleh Jalal Ali Abdul Rahim
bhnews@bharian.com.my
2011/09/22
IPOH: Satu sindiket juru nikah palsu dikesan bergiat aktif di beberapa negeri termasuk Perak dengan menawarkan khidmat menikahkan pasangan Islam terutama yang berdepan masalah atau kesukaran berkahwin dengan mengenakan bayaran antara RM2,000 hingga RM5,000 setiap pasangan.
Sindiket itu turut diberi jolokan sindiket nikah ‘touch n go’ kerana kelicikan dalangnya, lelaki dikenali panggilan ‘Tok Ayah’ berusia lewat 40-an atau awal 50-an yang menyediakan khidmat itu secara bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Modus operandi sindiket itu ialah Tok Ayah membawa konco-konconya bertemu pasangan yang mahu mendapatkan khidmat mereka di tempat ditetapkan, termasuk di tepi jalan sebelum menikahkan ‘pelanggannya’. Berdasarkan risikan, Tok Ayah dikatakan berpangkalan di Kedah tetapi bergerak antara negeri itu sehingga Wilayah Persekutuan bagi menawarkan khidmatnya sekali gus menarik minat pasangan tertentu yang memilihnya sebagai jalan pintas untuk bernikah.
Ia disebabkan pasangan terbabit tidak mahu bersusah payah mematuhi prosedur ditetapkan pihak berkuasa agama negeri atau apabila berdepan masalah untuk berkahwin sehingga sebelum ini pasangan seperti itu sering pergi bernikah di negara jiran.
Lelaki itu juga didakwa membekalkan sijil nikah palsu dan di Perak, kegiatan itu terbongkar selepas Jabatan Agama Islam Perak (JAIP) mengesan dan merampas beberapa sijil nikah palsu yang ditiru berdasarkan format sijil nikah baru versi jawi digunakan di Perak berkuat kuasa di negeri terbabit tahun lalu.
Pengarah JAIP, Mohd Yusop Husin, berkata siasatan mendapati Perak menjadi tempat persinggahan Tok Ayah melakukan kegiatan itu antara Kedah dan Wilayah Persekutuan dan di negeri ini, suspek dikatakan menggunakan seorang ejen bagi memudahkan urusan mendapatkan pasangan untuk dinikahkan.
Bagaimanapun, katanya, lelaki itu sukar diberkas kerana begitu licik menjalankan kegiatannya termasuk secara bergerak dari satu tempat ke satu tempat lain menemui ‘pelanggannya’.
“Antara kes terbaru yang kita kesan dikatakan berlaku di Margosa (Bandar Seri Botani, dekat Simpang Pulai).
“Berdasarkan maklumat, lelaki ini menikahkan sendiri pasangan selain turut membawa bersamanya saksi sebelum memberikan sijil nikah palsu tertera nama pendaftar bertauliah. Bayaran dikenakan bagi proses itu antara RM2,000 hingga RM5,000 yang perlu dijelaskan sebaik proses selesai.
“Sijil asli mempunyai lapan ciri keselamatan namun pemeriksaan sijil nikah palsu yang kita peroleh mendapati ada perbezaan dari segi saiz, warna dan kualiti kertasnya. Dari segi warna umpamanya, warna kuning pada logo Perak lebih pudar berbanding yang asli,” katanya kepada Berita Harian.